Jakarta Islamic Index

Mengenal Jakarta Islamic Index (JII)

Pasar modal di Indonesia pertama kali dibentuk pada 3 Juli 1997, dimana pada saat itu PT. Danareksa Investment Management meluncurkan produk syariah pertama, yaitu Reksa Dana Syariah. Lahirnya produk tersebut dijadikan sebagai momentum awal terbentuknya pasar modal syariah di Indonesia. Kemudian pada 3 Juli 2000 Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management untuk meluncurkan sebuah indeks baru yang dinamakan Jakarta Islamic Index (JII).

Tujuan dari dibentuknya indeks syariah tersebut adalah untuk membantu investor dalam berinvestasi di pasar modal yang sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu juga dapat menjadi tolak ukur (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang syariah (halal) serta meningkatkan kepercayaan investor yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip syariah, sehingga diharapkan menjadi jawaban atas kebutuhan investor tersebut apabila ingin berinvestasi di pasar modal secara syariah.

Ada beberapa proses seleksi yang dilakukan untuk menentapkan suatu saham dapat masuk ke dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII), antara lain :

  1. Saham Tersebut Masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan LK.
  2. Memilih 60 saham berdasarkan urutan kapitalisasi pasar terbesar selama 1 tahun terakhir dari Daftar Efek Syariah.
  3. Dari 60 saham tersebut, diseleksi kembali menjadi 30 saham berdasarkan tingkat likuiditas saham tersebut (nilai transaksi di pasar regular) selama satu tahun terakhir.

Namun tidak cukup sampai disitu, saham-saham yang masuk di Jakarta Islamic Index akan dilihat dan diperbaharui setiap enam bulan, yaitu setiap bulan Januari dan Juli atau berdasarkan periode yang ditetapkan oleh BAPEPAM & LK yaitu pada saat diterbitkannya Daftar Efek Syariah.

Efek Syariah

Defini Efek Syariah Berdasarkan Peraturan BAPEPAM & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Khususnya ayat 1.a.3, adalah Efek sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasarn penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Yang dimaksud efek syariah disini bukan hanya saham syariah saja, tetapi menckup efek-efek (surat berharga) lainnya yang di atur dalam UU Pasar Modal, Khususnya pasal 1 ayat 5, yaitu dengan menambahkan kriteria mengenai prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

Kemudian pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dalam menentukan atau menyeleksi efek syariah adalah BAPEPAM & LK dibantu oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dengan dibantu oleh DSN-MUI, diharapkan penerapan prinsip-prinsip syariah di pasar modal Indonesia lebih optimal, mengingat DSN-MUI adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia. Selanjutnya hasil seleksi efek-efek syariah tersebut dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES).

Saham Syariah

Berdasarkan peraturan BAPEPAM & LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah serta arahan dari DSN-MUI, bahwa jenis kegiatan utama suatu badan usaha yang dinilai tidak memenuhi prinsip syariah Islam diantaranya adalah :

  1. Perjudian dan kegiatan yang terlarang.
  2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
    • Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; dan
    • Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu (manipulasi pasar);
  3. Memproduksikan, mendistribusikan, memperdagangkan dan atau menyediakan :
    • Barang dan atau jasa yang haram karena zatnya (haram li-dzatihi) yang sudah ditetapkan dalam Al-qur'an dan Hadits, seperti daging babi, minuman keras, dll.
    • Barang dan atau jasa yang haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI, dan atau.
    • Barang dan atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat (berdampak merugikan)
  4. Menyelenggarakan jasa keuangan yang menerapkan konsep ribawi, jual beli resiko yang mengandung unsur gharar (penipuan) dan maysir (Perjudian), antara lain :
    • Bank berbasis bunga; dan
    • Perusahaan pembiayaan berbasis bunga
  5. Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat utang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi (Bank atau lembaga pembiayaan konvensional) lebih dominan dari modalnya, kecuali investasi tersebut dinyatakan kesyariahannya oleh DSN-MUI.

Untuk kriteria saham yang masuk dalam kategori syariah adalah :

  1. Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana yang diuraikan di atas.
  2. Tidak melebihi rasio keuangan sebagai berikut :
    • Rasio total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak boleh melebihi 82% (Rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45%:55%).
    • Rasio total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan (revenue) tidak boleh melebihi 10%

Daftar Pustaka

Ariyanto, Tedhy. 2012. Mengukur Kemampuan Metode Free Cash Flow To Equity (FCFE) Dalam Menilai Harga Saham-Saham yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.